Pengertian Sifat Allah Al-‘Alim, Al-Khobir,As-Sami’, dan Al-Bashir
1. Pengertian Sifat
Allah Al-‘Alim, Al-Khobir,As-Sami’, dan Al-Bashir
1.
Sifat Allah al-‘Alim
Al-‘Alim
artinya Maha Mengetahui. Allah Swt. Maha Mengetahui yang tampak atau yang gaib.
Pengetahuan Allah Swt. tidak terbatas
oleh ruang dan waktu. Segala aktivitas yang dilakukan oleh makhluk diketahui
oleh Allah Swt. Bahkan, peristiwa yang akan terjadi pun sudah diketahui oleh
Allah Swt. Dengan kata lain,pengetahuan Allah Swt. itu tanpa batas.
Firman Allah SWT.
قُلْ اَ تُعَلِّمُوْنَ اللّٰهَ بِدِيْـنِكُمْ ۗ
وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
Artinya: “padahal Allah mengetahui apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS.al-Hujurat:16)
Allah Swt. menyuruh kita untuk
menggali ilmu sebanyak-banyaknya, agar kalian dapat mengetahui ciptaan-Nya,
baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Sesungguhnya, Allah Swt.
sangat menyukai orang yang rajin mencari ilmu pengetahuan dan mengamalkannya.
2.
Sifat Allah al-Khobir
Al-Khabir
artinya Mahawaspada, mengetahui perkara yang tersembunyi. Allah Swt.
menciptakan milyaran makhluk dengan berbagai ragamnya. Semuanya diketahui oleh
Allah dengan detail, penuh kecermatan dan kewaspadaan, baik secara lahir maupun
batin. Tidak ada satupun ciptaan Allah Swt. yang salah sasaran. Ini menandakan
bahwa Allah Mahawaspada. Allah dapat mengetahui secara detail apa yang
dikerjakan makhluknya.
Dalam Firman-Nya:
وَاللّٰهُ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya:”
Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan”(QS.at-Taubah:16)
3.
Sifat Allah aas-Sami’
As-Sami’ artinya Maha Mendengar.
Allah Swt. Maha Mendengar semua suara apapun yang ada di alam semesta ini.
Pendengaran Allah Swt. tidak terbatas, tidak ada satu pun suara yang lepas dari
pendengaran-Nya, meskipun suara itu sangat pelan. Dia dapat mendengar apa pun
yang ada di dasar laut dan di dasar bumi. Bahkan suara hati manusia yang orang
alain tidak mampu mendengarnya, tidak luput dari pendengaran Allah SWT. pendengaran
Allah tidak terbatas oleh jarak, tempat,
dan waktu.
Allah dapat mendengar suara seluruh
makhluk-Nya. Dia mampu mendengar semua yang ada dipenjuru langit dan bumi. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
وَاللّٰهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم
Artinya :” Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui" (QS.
Al-Maidah:76)
4.
Sifat Allah al-Bashir
Al- Basir artinya Maha Melihat.
Allah Maha Melihat segala sesuatu walaupun lembut dan kecil. Allah Swt melihat
apa saja yang ada dilangit dan di bumi, bahkan seluruh alam semesta ini di
pantau. Tidak ada satu pun gerak-gerikmakhluk yang luput dari pengawasan Allah.
Sekecil dan sehalus apa pun gerakan makhluk, Allah swt pasti melihat. Tidaka
ada satu pun makhluk yang luput dari pengawasan dan penglihatan Allah SWT.
hanya Allah yang memiliki penglihatan yang tak terbatas oleh apapun. Maha
Melihat Allah dapat menembus ruang dan waktu. Dan hanya Allah lah yang memiliki
penglihatan sempurna. Sebagaimana firman
Allah Swt.
وَاللّٰهُ بَصِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ اِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ غَيْبَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ
Artinya : “Sungguh, Allah mengetahui apa yang gaib di
langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan"”(QS. Al-Hujarat:18)
2.
Perilaku Yang Mencerminkan Sifat
Allah Al-‘Alim, Al-Khobir,As-Sami’, dan Al-Bashir
1.
Perilaku
Yang Mencerminkan Sifat Allah Al-‘Alim
Perilaku
yang dapat diwujudkan dalam meyakini sifat Allah al-‘Alim adalah kita harus
terus-menerus mencari ilmu-ilmunya Allah Swt. dengan cara belajar dan merenungi
ciptaan-Nya. Penting juga untuk diperhatikan bahwa kita tidak boleh merasa
paling pandai. Orang berilmu itu harus tetap rendah hati. Seperti pohon padi,
semakin berisi semakin merunduk.
2.
Perilaku
Yang Mencerminkan Sifat Allah Al-Khobir
Perilaku
yang dapat diwujudkan bagi orang yang percaya bahwa Allah Swt. Mahawaspada
adalah hendaklah kita harus waspada dan cermat terhadap apa yang kita lakukan
atau yang akan kita lakukan. Kita harus waspada dan cermat dalam melaksanakan
kegiatan, baik di sekolah, di rumah, maupun di tempat lainnya. Orang yang
waspada akan mendapatkan hasil maksimal, dan tidak akan menyesal di kemudian
hari.
3.
Perilaku
Yang Mencerminkan Sifat Allah As-Sami’
Perilaku
yang mencerminkan keimanan kepada Allah Swt. yang memiliki sifat Maha Mendengar
adalah kita harus berupaya agar segala yang kita ucapkan merupakan perkataan
yang baik dan berguna, karena kita meyakini bahwa Allah selalu mendengar segala
yang kita ucapkan. Bahkan yang masih terbesit di dalam hati pun, di dengar oleh
Allah Swt. As-Sami’ juga bisa diteladani dengan cara menjadi orang yang peka
terhadap informasi. Sebagai generasi muslim kalian tidak boleh ketinggalan
informasi. Di samping itu kalian harus terus berlatih untuk dapat memilah
informasi yang baik dan yang buruk, yang hak dan yang batil.
4.
Perilaku
Yang Mencerminkan Sifat Allah Al-Bashir
Perilaku
yang mencerminkan keyakinan bahwa Allah Maha Melihat adalah hendaklah kita
berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melihat peristiwa-peristiwa yang
terjadi di alam ini sebagai bahan renungan akan kebesaran Allah Swt. Kita
diajarkan untuk pandai dan cermat dalam memandang berbagai persoalan di
sekeliling kita. Namun jangan lupa, kita juga harus selalu introspeksi diri
untuk melihat kelebihan dan kekurangan kita sendiri agar hidup menjadi lebih
terarah. Sungguh hal ini sangat indah untuk diamalkan.
3.
Bentuk Implementasi Dari Pemahaman Sifat Allah Al-‘Alim, Al-Khobir,As-Sami’, dan
Al-Bashir Dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
1.
Bentuk
Implementasi Dari Pemahaman Sifat Allah Al-‘Alim Dalam
Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
Bentuk
implementasi dari pemahaman Sifat Allah al-‘Alim adalah kita harus
terus-menerus mencari ilmu-ilmunya Allah Swt. dengan cara belajar dan merenungi
ciptaan-Nya. Dari sini dapat kita ketahui bahwa Allah memerintahkan kita untuk
terus menuntut Ilmu dengan belajar. Aktivitas belajar sangat terkait dengan
proses pencarian ilmu. Al-Qur’an dan Hadits mengajak kaum muslim untuk mencari
dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Ada beberapa ayat yang di wahyukan kepada Rasulullah dalam
pentingnya membaca, menulis, dan ajaran untuk manusia. Sejak turunnya wahyu
yang pertama kepada Muhammad Saw. Islam telah menekankan perintah untuk
belajar. Ayat pertama dapat menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memandang belajar itu
sangat penting agar manusia dapat memahami seluruh kejadian yang ada di
sekitanya, sehingga dapat meningkatkan rasa syukur dan mengakui akan kebesaran
Allah.
Menurut Quraisy Syihab , iqra’ berasal
dari akar kata yang berarti menghimpun yang artinya menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui cirri-ciri sesuatu dan membaca baik teks
tertulis maupun tidak tertulis. Wahyu yang pertama juga tidak menjelaskan apa
yang dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja, selama
bacaan tersebut dengan nama Allah dan disandarkan kepada Allah (Bismi Rabbik),
dalam arti bermanfaat dalam kemanusian.
Selain Al-Qur’an, Hadits Nabi
Muhammad Saw juga memuji pentingnya ilmu dan orang-orang yang terdidik. Adapun
contoh Hadits mengenai pentingnya belajar dan menuntut ilmu adalah:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَي كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
“mencari ilmu itu wajib
bagi setiap muslim dan muslim perempuan “
Agama
Islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk selalu belajar. Bahkan, adanya
kewajiban dalam Islam bagi setiap orang yang beriman untuk selalu belajar.
Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah pasti terdapat hikmah di dalamnya.
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan belajar, antara lain:
a)
Bahwa
orang yang belajar akan mendapatkan ilmu yang dapat digunakan untuk memecahkan
segala masalah yang dihadapinya di kehidupan dunia. Dengan demikian orang yang
tidak pernah belajar tidak akan memliki ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan
yang dimilikinya sangat terbatas.
b)
Manusia
dapat mengetahui dan memahami apa yang dilakukannya karena Allah sangat membenci orang yang tidak
memiliki pengetahuan akan apa yang dilakukannya karena setiap apa yang
diperbuat akan dimintai pertanggungjawabannya.
c)
Dengan
ilmu yang dimilikinya melalui proses belajar mampu mengangkat derajatnya di
mata Allah.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا
مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya
: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian
dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat.” (QS. Al-Mujaadilah:11)
2.
Bentuk
Implementasi Dari Pemahaman Sifat Allah al-Khobir Dalam
Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
Berhati-hati dalam memilih ilmu.
Pelajarilah ilmu agama sebagai landasan hidup. Pelajarilah ilmu tentang aqidah,
karena aqidah yang benar merupakan pondasi keimanan. Pelajarilah ilmu tentang
akhlak, karena akhlak merupakan cermin dari suasana hati. Sesungguhnya Rasulullah SAW diutus ke dunia untuk memperbaiki akhlak
manusia. Pelajarilah ilmu fiqh agar tata cara ibadah kita sesuai dengan
tuntunan Rasulullah SAW. Pelajarilah ilmu-ilmu duniawi sebagai sarana untuk
beribadah kepada Allah dan berbuat kebaikan.
Ilmu ibarat kompas dalam beramal, karena amal tidak akan sempurna jika
tidak dilaksanakan dengan ilmu. Seorang muslim diwajibkan menuntu ilmu syariat
yang berguna sebagai landasan dan kerangka dalam akidah dan ibadah. Namun etika
dalam menuntut ilmu menjadi sikap yang harus dimiliki seorang muslim, baik
etika sebelum maupun ketika menuntut ilmu. Karena sudah menjadi kewajiban
seorang muslim untuk menuntut ilmu hingga ajal menjemput. Berikut adalah
beberapa etika ketika menuntut ilmu.
Etika Sebelum Menuntut Ilmu
a) Mengonsumsi Makanan yang Halal
Mengonsumsi makanan yang halal adalah wajib
bagi seorang muslim, sebagaimana firman Allah swt,
Allah SWT berfirman:
ياَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا کُلُوْا
مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ کُنْتُمْ اِيَّاهُ
تَعْبُدُوْنَ
“Hai orang-orang
yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang kami berikan
kepadamu dan besyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu
menyembah” (al-Baqarah [2]: 172).
Mengonsumsi makanan yang halal wajib bagi
seorang muslim apalagi dia adalah seorang penuntut ilmu, karena mengonsumsi
makanan yang haram akan menjauhkan kita dari keberkahan ilmu yang kita cari,
dan akan menghalangi terkabulnya doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah swt.
Mengonsumsi makanan yang halal akan membuka hati dalam menuntut ilmu, waktunya
akan menjadi berkah dan memberikan kekuatan ke dalam diri.
b) Mengurangi Makan dan Minum
Para penuntut imu diwajibkan untuk
mengonsumsi makanan yang halal dan harus menyedikitkan ketika makan dan minum,
karena makan dan minum yang berlebihan akan membuat akal menjadi tumpul, banyak
tidur, malas, dan mudah terkena penyakit. Sebagaimana dituliskan dalam sebuah
syair, “Sesungguhnya kebanyakan penyakit datangnya dari makanan dan minuman”.
Jika dilihat dari kehidupan salafusshalih,
tidak ada seorangpun dari para ahli ilmu yang dikenal banyak makan dan minum,
imam Syafi’I berkata, “Selama enam belas tahun aku tak pernah merasakan kenyang
kecuali sekali dan saat itu aku memasukkan jariku untuk memuntahkan makanan
yang telah masuk dalam perutku. Rasa kenyang akan menyebabkan badan menjadi
berat, hati jadi kasar, ketajaman berfikir akan hilang, banyak tidur dan malas
beribadah”.
c) Tidak Banyak Bicara Dan Tidur
Seorang penuntut ilmu harus bicara
sekedarnya saja, dan hanya untuk hal-hal yang penting. Dia juga harus
mengurangi tidur sebisanya, karena akan menyebabkan waktu menjadi sia-sia.
Banyak bicara akan membuat pikiran tidak tertata, sombong, dan berpeluang besar
terjerumus ke dalam kesalahan dan dosa. Yazid bin Abi Habib mengatakan, “Salah
satu ujian paling besar bagi penuntut ilmu adalah senang berbicara daripada
mendengarkan, padahal mendengarkan itu lebih baik dan bisa menambah ilmu
pengetahuan”.
d) Menjauhkan Diri dari Penyakit-Penyakit Hati
Ilmu adalah cahaya yang dianugerahkan Allah
swt yang disimpan di dalam hati hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. Perbuatan
maksiat dapat menghalangi cahaya tersebut. Imam Syafi’I berkata “Aku
mengadu kepada imam Waqi’ betapa susahnya aku menghafal. Dia menganjurkan untuk
meninggalkan segala perbuatan maksiat, dan mengatakan ilmu itu adalah cahaya
Allah yang tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat”.
Oleh karena itu, para penuntut ilmu harus
menjaga diri dari penyakit-penyakit hati, seperti dengki, dendam, khianat,
takabbur, sombong dan lain sebagainya. Begitu juga dengan sikap-sikap buruk
seperti mencaci, mengumpat, tidak menundukkan pandangan, memakan makanan yang
haram dan sebagainya.
Para penuntut ilmu harus terlebih dahulu
mensucikan dirinya dari perbuatan-perbuatan maksiat, baik lahir maupun batin.
Dan hendaklah dia menjauhkan diri dari perbuatan maksiat yang akan menghalangi
masuknya berkah dan cahaya ilmu.
e) Memilih Sahabat yang Baik
Seorang penuntut ilmu haruslah memilih
sahabat yang membawanya pada kebaikan. Jika seorang penuntut ilmu akan memilih
sahabat, maka handaklah dia memilih sahabat yang juga seorang penuntut ilmu,
shalih dan baik, sehingga persahabatan tersebut dapat memberikan manfaat bagi
keduanya. Penuntut ilmu hendaknya menjauhi orang yang lalai dalam beragama,
suka menyia-nyaikan waktu, kurang sopan dan kasar, agar tidak mempengaruhi
kebiasaan baiknya dalam menuntut ilmu karena bisa mengakibatkan dirinya jauh
dari proses dan tujuan menuntut ilmu.
f) Memiliki Niat yang Ikhlas
Niat yang tidak didasari keikhlasan kepada
Allah swt dalam menuntut ilmu atau dengan niat yang lain seperti ingin
mendapatkan pujian di dunia, akan menyebabkan seorang penuntut ilmu masuk ke
dalam neraka. Adalah sebuah kewajiban bagi para penuntut ilmu untuk meluruskan
niat dan mengarahkan tujuannya hanya untuk akhirat semata.
Menuntut ilmu sangat membutuhkan niat yang
ikhlas, karena anugrah Allah dari ilmu berikatan erat dengan niat yang ikhlas.
Jika niat yang ditanamkan dalam hati tidak ikhlas, maka Allah tidak akan
menganugerahkan ilmu pengetahuan dan menghilangkan berkah ilmu tersebut. Dan
kelak dia akan disiksa di dalam api neraka.
g) Memfokuskan Diri untuk Ilmu Pengetahuan
Seorang penuntut ilmu harus memfokuskan dirinya pada
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Seperti mengikuti
majelis ilmu, belajar, dan juga mengajarkan ilmu yang telah dia peroleh.
Kegiatan-kegiatan yang berguna bagi kelangsungan hidupnya mesti tetap dilakukan,
akan tetapi kesibukan duniawi yang bisa menjauhkan dari ilmu pengetahuan harus
ditinggalkan, karena dapat menghalangi dia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Imam Syafi’i berkata, “Sesungguhnya
seseorang tidak akan bisa memiliki ilmu pengetahuan karena harta dan
kemuliaannya. Namun dengan perjuangannya (hidup sulit) dan berkhidmat pada
ulama, maka dia bisa mendapatkan ilmu pengetahuan”.
h) Memilih Guru yang Baik
Seorang penuntut ilmu harus teliti dan
hati-hati dalam memilih guru. terdapat kriteria penting yang menjadi penilaian
terhadap calon guru tersebut, yaitu Keshalihan, muru’ah (kehormatan), penjagaan
diri dari maksiat, mengamalkan ilmunya, ahli zuhud dan ibadah, tidak mengikuti
hal-hal yang bid’ah, tidak mengikuti orang yang mencintai dunia, dan tidak
mencari popularitas atau pujian dari orang lain.
Ilmu pengetahuan yang mumpuni juga menjadi
pertimbangan penting dalam memilih guru. Hendaklah guru yang dimaksud memiliki
pengetahuan yang luas dan pengalaman yang banyak dalam menuntut ilmu. Muhammad
bin Sirin pernah mengatakan, “Sesungguhnya ilmu pengetahuan itu adalah agama,
hendaklah kalian berhati-hati dari siapa kalian mengambil agama itu”
3.
Bentuk
Implementasi Dari Pemahaman Sifat Allah as-Sami’ Dalam Mengembangkan
Ilmu Pengetahuan
Bentuk implementasi dari pemahaman sifat Allah as-Sami’ ini, dengan
memperhatikan dengan baik serta mengikuti setiap perkembangan pendidikan,
terkait informasi apa saja yang menunjang akan pendidikan tersebut. Dengan
bercermin pada kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang sedang ditempa oleh fenomena sosial
yang amat besar, yaitu gelombang reformasi dan isu-isu yang berkaitan dengan
hak asasi manusia dan lingkungan hidup maka perlu kajian-kajian yang mendalam
guna reposisi maupun reorientasi kurikulum.
Winarno Surakhmad (2000: 4) menyatakan
bahwa kurikulum masa depan adalah kurikulum yang mengutamakan kemandirian dan
menghargai kodrat, hak, serta prestasi manusia. Ini berarti dalam pengembangan
kurikulum sesuatu yang konkret dan bersifat empiris dari suatu komunitas sosial
tidak dapat dipisahkan, di samping tuntutan kemampuan masyarakat itu sendiri.
Tuntutan masyarakat pada hakikatnya adalah amat kompleks dan
beragam, sebab hal ini erat kaitannya dengan kondisi psikologis tiap-tiap
individu.Perbedaan individu berhubungan dengan perkembangannya, latar belakang
sosial budaya, dan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya, merupakan
hal-hal yaang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum.
Gencarnya perkembangan iptek menuntut
adanya manusia-manusia yang kreatif agar mereka dapat memasuki dunia yang amat
kompetitif. Berkaitan dengan hal tersebut, M.S.U. Munandar ( 1987: 56-59)
mengemukakan bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru
berdasarkan data, informasi, atau unsur yang ada.
Pendidikan teknologi pada hakikatnya
merupakan materi pembelajaran yang mengacu pada bidang-bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi di mana peserta didik diberi kesempatan untuk membahas masalah
teknologi dan kemasyarakatan, memahami dan menangani peralatan hasil teknologi,
memahami teknologi dan dampak lingkungan.
4.
Bentuk
Implementasi Dari Pemahaman Sifat Allah al-Bashir Dalam Mengembangkan
Ilmu Pengetahuan
Allah Ta’ala pun
memerintahkan kita untuk berpikir dengan kisah-kisah, perumpamaan yang Allah
jabarkan di dalam Al-Qur’an.
فَقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar merepa
berpikir.”
(QS. Al-A’raf: 176).
Dalam bahasa umum hikmah dipahami sebagai
kebijaksanaan atau bijaksana. Dan, di dalam Al-Qur’an istilah ‘hikmah’ yang
merupakan langsung dan asli dari Al-Qur’an itu disebut sebanyak 20 kali. Hamid
Fahmy Zarkasy dalam artikelnya yang berjudul “Hikmah” menjelaskan bahwa Hikmah
juga berkaitan dengan berpikir yang logis dan mendalam. Karena itu Ibn Rusyd menerjemahkan
‘hikmah’ dengan filsafat dan hakim dengan filosof.
Tentu saja, makna praktis yang bisa kita
ambil adalah bagaimana kita senantiasa mau mengambil pelajaran dari setiap
peristiwa yang mengitari kehidupan sekaligus mengambil ibrah (pelajaran) dari
kisah-kisah yang ada di dalam Al-Qur’an. Dengan demikian, perubahan mindset dan
perilaku bisa secara perlahan diupayakan di dalam diri kita.
Sebagai contoh, mari kita pelajari
mengapa Abu Bakar diberi gelar Ash-Shiddiq. Aisyah Raiyallahu ‘Anha mengatakan,
“Ketika Nabi Shallallahu alayhi wasallam dalam perjalanan ke Masjid Aqsha saat
Isra Mi’raj, banyak orang membicarakannya.Beberapa orang yang telah beriman pun
berbalik tidak percaya, lalu mendatangi Abu Bakar dan berkata, “Apa pendapatmu
tentang cerita temanmu itu? Dia mengaku telah diperjalankan ke Baitul Maqdis
semalam. Dia mengaku telah diperjalankan ke Baitul Maqdis semalam.”
Abu Bakar balik bertanya, Dia mengatakan
demikian?” Mereka menjawab, “Ya.” Abu Bakar menimpali, “Kalau begitu dia
benar.”
“Jika dia pergi ke Baitul Maqdis semalam
dan kembali sebelum pagi hari ini, apa engkau akan membenarkannya juga?” tanya
mereka lagi.
Abu Bakar menjawab, “Seandainya dia
mengatakan lebih jauh lagi dari itu, aku akan membenarkannya, baik yang telah
lalu maupun yang akan datang.” Hal inilah yang menjadikan Abu Bakar dijuluki
dengan Ash-Shiddiq.
Kisah di atas memberikan petunjuk bahwa
Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan segala kebenaran yang belum bisa
dijangkau oleh rasio dan cara berpikir saat itu sama sekali bukan penentu untuk
mengukur kebenaran dan keabsahan kerasulan Muhammad. Toh, dalam praktik
keseharian, Nabi Muhammad adalah orang yang berkahlakul karimah, menghendaki
hidayah bagi umatnya dan tidak pernah berpikir bagaimana mendapatkan
keuntungan-keuntungan pribadi. Dengan logika sederhana bisa dipahami, “Jadi apa
untungnya Nabi Muhammad berbohong dan itu sangat mustahil.” Oleh karena itu,
keimanan Abu Bakar tidak pernah goyah dengan ketidaktahuan masyarakat Arab pada
umumnya.
Secara lebih utuh, kisah Nabi Yusuf
adalah kisah terlengkap di dalam Al-Qur’an yang terurai secara keseluruhan di
dalam satu surah, yang tentu saja memudahkan kita untuk mengambil pelajaran
(hikmah) di dalam kisah tersebut.
Sampai-sampai Allah Ta’ala menegaskan
نَحْنُ نَقُصُّ
عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَـذَا الْقُرْآنَ وَإِن
كُنتَ مِن قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami
mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.” (QS. Yusuf [12]:
3).
Di antara hikmah terbesar dari kisah Nabi
Yusuf adalah kesabarannya dalam menghadapi cobaan hidup dan bahkan Nabi Yusuf
berlapang dada dan memaafkan saudara-saudaranya saat dirinya menjadi orang yang
Allah angkat derajatnya. Secara eksplisit Allah nyatakan mengenai kisah Nabi
Yusuf ini.
لَّقَدْ كَانَ فِي
يُوسُفَ وَإِخْوَتِهِ آيَاتٌ لِّلسَّائِلِينَ
“Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda
kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang
bertanya.”
(QS. Yusuf [12]: 7).
Bagi orang-orang yang bertanya
menunjukkan bahwa apa yang ditegaskan oleh Hamid Fahmy Zarkasy bahwa hikmah
bermakna pemikiran yang mendalam sangatlah relevan. Oleh karena itu, Allah
banyak sekali memerintahkan umat Islam untuk senantiasa berpikir, terutama
untuk memahami kekuasaan Allah Ta’ala.
Di antara hikmah dari kisah Nabi Yusuf
adalah jangan pernah putus asa dari rahmat Allah, sekalipun rasa-rasanya hidup
diterpa kesulitan secara bertubi-tubi. Kemudian, jangan pernah kompromi dengan
kebatilan, sebab sekalipun harus menghadapi kesulitan karena konsisten di dalam
kebenaran, Allah lah yang akan berikan jalan keluar terbaik dan membalikkan
keadaan.Selanjutnya, jangan pernah dendam, sekalipun terhadap mereka yang telah
membuat hidup kita sengsara. Maafkan dan terimalah mereka kembali.
Dengan demikian, sebenarnya hidup seorang
Muslim tidak perlu khawatir. Sebab, apapun yang kita alami, hakikatnya solusi
sudah ada di dalam Al-Qur’an.
Mengambil hikmah itu adalah perlu karena
itulah sejatinya kekuatan dari setiap pembacaan yang kita lakukan. Dan, tentu
saja hikmah itu datangnya dari Allah, bukan kemampuan kita semata.
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ
مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا
يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
“Allah
menganugerahkan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan
hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah).” (QS. Al-Baqarah [2]: 269).
DAFTAR PUSTAKA
http://imamwasholi.blogspot.co.id/2015/01/cerdas-menggali-hikmah-di-balik-setiap.html?m=1
https://markasmuslim14.blogspot.co.id/2016/12/8-etika-sebelum-menuntut-ilmu-penuntut.html?m=1
thoyar,Husni. 2011. Pendidikan
Agama Islam Untuk SMA. Jakarta. Pusat Kurikulum Dan Perbukuan Kementrian
Pendidikan Nasional
Buat para pengunjung yang mau memiliki file makalah berupa dokumen.
Silahkan
Download
Komentar
Posting Komentar