Pengertian Sifat Allah Al-‘Alim, Al-Khobir,As-Sami’, dan Al-Bashir


1.    Pengertian Sifat Allah Al-‘Alim, Al-Khobir,As-Sami’, dan Al-Bashir
1.         Sifat Allah al-‘Alim
 Al-‘Alim artinya Maha Mengetahui. Allah Swt. Maha Mengetahui yang tampak atau yang gaib. Pengetahuan  Allah Swt. tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Segala aktivitas yang dilakukan oleh makhluk diketahui oleh Allah Swt. Bahkan, peristiwa yang akan terjadi pun sudah diketahui oleh Allah Swt. Dengan kata lain,pengetahuan Allah Swt. itu tanpa batas.
Firman Allah SWT.
قُلْ اَ تُعَلِّمُوْنَ اللّٰهَ بِدِيْـنِكُمْ   ۗ  وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ ۗ  وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
Artinya: padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu(QS.al-Hujurat:16)

Allah Swt. menyuruh kita untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya, agar kalian dapat mengetahui ciptaan-Nya, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Sesungguhnya, Allah Swt. sangat menyukai orang yang rajin mencari ilmu pengetahuan dan mengamalkannya.
2.      Sifat Allah al-Khobir
 Al-Khabir artinya Mahawaspada, mengetahui perkara yang tersembunyi. Allah Swt. menciptakan milyaran makhluk dengan berbagai ragamnya. Semuanya diketahui oleh Allah dengan detail, penuh kecermatan dan kewaspadaan, baik secara lahir maupun batin. Tidak ada satupun ciptaan Allah Swt. yang salah sasaran. Ini menandakan bahwa Allah Mahawaspada. Allah dapat mengetahui secara detail apa yang dikerjakan makhluknya.
Dalam Firman-Nya:
وَاللّٰهُ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya: Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan(QS.at-Taubah:16)
3.      Sifat Allah aas-Sami’
As-Sami’ artinya Maha Mendengar. Allah Swt. Maha Mendengar semua suara apapun yang ada di alam semesta ini. Pendengaran Allah Swt. tidak terbatas, tidak ada satu pun suara yang lepas dari pendengaran-Nya, meskipun suara itu sangat pelan. Dia dapat mendengar apa pun yang ada di dasar laut dan di dasar bumi. Bahkan suara hati manusia yang orang alain tidak mampu mendengarnya, tidak luput dari pendengaran Allah SWT. pendengaran Allah tidak terbatas oleh  jarak, tempat, dan waktu.
Allah dapat mendengar suara seluruh makhluk-Nya. Dia mampu mendengar semua yang ada dipenjuru langit dan bumi.  Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
  وَاللّٰهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم
Artinya : Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui" (QS. Al-Maidah:76)
4.      Sifat Allah al-Bashir
Al- Basir artinya Maha Melihat. Allah Maha Melihat segala sesuatu walaupun lembut dan kecil. Allah Swt melihat apa saja yang ada dilangit dan di bumi, bahkan seluruh alam semesta ini di pantau. Tidak ada satu pun gerak-gerikmakhluk yang luput dari pengawasan Allah. Sekecil dan sehalus apa pun gerakan makhluk, Allah swt pasti melihat. Tidaka ada satu pun makhluk yang luput dari pengawasan dan penglihatan Allah SWT. hanya Allah yang memiliki penglihatan yang tak terbatas oleh apapun. Maha Melihat Allah dapat menembus ruang dan waktu. Dan hanya Allah lah yang memiliki penglihatan sempurna.  Sebagaimana firman Allah Swt.
وَاللّٰهُ بَصِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ اِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ  غَيْبَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ 
Artinya : Sungguh, Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan"(QS. Al-Hujarat:18)

2.    Perilaku Yang Mencerminkan Sifat Allah Al-‘Alim, Al-Khobir,As-Sami’, dan Al-Bashir
1.      Perilaku Yang Mencerminkan Sifat Allah Al-‘Alim
Perilaku yang dapat diwujudkan dalam meyakini sifat Allah al-‘Alim adalah kita harus terus-menerus mencari ilmu-ilmunya Allah Swt. dengan cara belajar dan merenungi ciptaan-Nya. Penting juga untuk diperhatikan bahwa kita tidak boleh merasa paling pandai. Orang berilmu itu harus tetap rendah hati. Seperti pohon padi, semakin berisi semakin merunduk.
2.      Perilaku Yang Mencerminkan Sifat Allah Al-Khobir
Perilaku yang dapat diwujudkan bagi orang yang percaya bahwa Allah Swt. Mahawaspada adalah hendaklah kita harus waspada dan cermat terhadap apa yang kita lakukan atau yang akan kita lakukan. Kita harus waspada dan cermat dalam melaksanakan kegiatan, baik di sekolah, di rumah, maupun di tempat lainnya. Orang yang waspada akan mendapatkan hasil maksimal, dan tidak akan menyesal di kemudian hari.
3.      Perilaku Yang Mencerminkan Sifat Allah As-Sami’
Perilaku yang mencerminkan keimanan kepada Allah Swt. yang memiliki sifat Maha Mendengar adalah kita harus berupaya agar segala yang kita ucapkan merupakan perkataan yang baik dan berguna, karena kita meyakini bahwa Allah selalu mendengar segala yang kita ucapkan. Bahkan yang masih terbesit di dalam hati pun, di dengar oleh Allah Swt. As-Sami’ juga bisa diteladani dengan cara menjadi orang yang peka terhadap informasi. Sebagai generasi muslim kalian tidak boleh ketinggalan informasi. Di samping itu kalian harus terus berlatih untuk dapat memilah informasi yang baik dan yang buruk, yang hak dan yang batil.
4.      Perilaku Yang Mencerminkan Sifat Allah Al-Bashir
Perilaku yang mencerminkan keyakinan bahwa Allah Maha Melihat adalah hendaklah kita berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini sebagai bahan renungan akan kebesaran Allah Swt. Kita diajarkan untuk pandai dan cermat dalam memandang berbagai persoalan di sekeliling kita. Namun jangan lupa, kita juga harus selalu introspeksi diri untuk melihat kelebihan dan kekurangan kita sendiri agar hidup menjadi lebih terarah. Sungguh hal ini sangat indah untuk diamalkan.
3.    Bentuk Implementasi Dari Pemahaman Sifat Allah Al-‘Alim, Al-Khobir,As-Sami’, dan Al-Bashir Dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
1.    Bentuk Implementasi Dari Pemahaman Sifat Allah Al-‘Alim Dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
Bentuk implementasi dari pemahaman Sifat Allah al-‘Alim adalah kita harus terus-menerus mencari ilmu-ilmunya Allah Swt. dengan cara belajar dan merenungi ciptaan-Nya. Dari sini dapat kita ketahui bahwa Allah memerintahkan kita untuk terus menuntut Ilmu dengan belajar. Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Al-Qur’an dan Hadits mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Ada beberapa ayat yang di wahyukan kepada Rasulullah dalam pentingnya membaca, menulis, dan ajaran untuk manusia. Sejak turunnya wahyu yang pertama kepada Muhammad Saw. Islam telah menekankan perintah untuk belajar. Ayat pertama dapat menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memandang belajar itu sangat penting agar manusia dapat memahami seluruh kejadian yang ada di sekitanya, sehingga dapat meningkatkan rasa syukur dan mengakui akan kebesaran Allah.
          Menurut Quraisy Syihab , iqra’ berasal dari akar kata yang berarti menghimpun yang artinya menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui cirri-ciri sesuatu dan membaca baik teks tertulis maupun tidak tertulis. Wahyu yang pertama juga tidak menjelaskan apa yang dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja, selama bacaan tersebut dengan nama Allah dan disandarkan kepada Allah (Bismi Rabbik), dalam arti bermanfaat dalam kemanusian.
           Selain Al-Qur’an, Hadits Nabi Muhammad Saw juga memuji pentingnya ilmu dan orang-orang yang terdidik. Adapun contoh Hadits mengenai pentingnya belajar dan menuntut ilmu adalah:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَي كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
“mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslim perempuan “
Agama Islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk selalu belajar. Bahkan, adanya kewajiban dalam Islam bagi setiap orang yang beriman untuk selalu belajar. Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah pasti terdapat hikmah di dalamnya. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan belajar, antara lain:
a)                  Bahwa orang yang belajar akan mendapatkan ilmu yang dapat digunakan untuk memecahkan segala masalah yang dihadapinya di kehidupan dunia. Dengan demikian orang yang tidak pernah belajar tidak akan memliki ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas.
b)                  Manusia dapat mengetahui dan memahami apa yang dilakukannya karena     Allah sangat membenci orang yang tidak memiliki pengetahuan akan apa yang dilakukannya karena setiap apa yang diperbuat akan dimintai pertanggungjawabannya.
c)                  Dengan ilmu yang dimilikinya melalui proses belajar mampu mengangkat derajatnya di mata Allah.
  يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya : Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat.” (QS. Al-Mujaadilah:11)
2.    Bentuk Implementasi Dari Pemahaman Sifat Allah al-Khobir Dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
Berhati-hati dalam memilih ilmu. Pelajarilah ilmu agama sebagai landasan hidup. Pelajarilah ilmu tentang aqidah, karena aqidah yang benar merupakan pondasi keimanan. Pelajarilah ilmu tentang akhlak, karena akhlak merupakan cermin dari suasana hati. Sesungguhnya Rasulullah SAW diutus ke dunia untuk memperbaiki akhlak manusia. Pelajarilah ilmu fiqh agar tata cara ibadah kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Pelajarilah ilmu-ilmu duniawi sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah dan berbuat kebaikan.
Ilmu ibarat kompas dalam beramal, karena amal tidak akan sempurna jika tidak dilaksanakan dengan ilmu. Seorang muslim diwajibkan menuntu ilmu syariat yang berguna sebagai landasan dan kerangka dalam akidah dan ibadah. Namun etika dalam menuntut ilmu menjadi sikap yang harus dimiliki seorang muslim, baik etika sebelum maupun ketika menuntut ilmu. Karena sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk menuntut ilmu hingga ajal menjemput. Berikut adalah beberapa etika ketika menuntut ilmu.
Etika Sebelum Menuntut Ilmu
a)    Mengonsumsi Makanan yang Halal
Mengonsumsi makanan yang halal adalah wajib bagi seorang muslim, sebagaimana firman Allah swt,
Allah SWT berfirman:
ياَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا کُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ کُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan besyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah” (al-Baqarah [2]: 172).
Mengonsumsi makanan yang halal wajib bagi seorang muslim apalagi dia adalah seorang penuntut ilmu, karena mengonsumsi makanan yang haram akan menjauhkan kita dari keberkahan ilmu yang kita cari, dan akan menghalangi terkabulnya doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah swt. Mengonsumsi makanan yang halal akan membuka hati dalam menuntut ilmu, waktunya akan menjadi berkah dan memberikan kekuatan ke dalam diri.
b)   Mengurangi Makan dan Minum
Para penuntut imu diwajibkan untuk mengonsumsi makanan yang halal dan harus menyedikitkan ketika makan dan minum, karena makan dan minum yang berlebihan akan membuat akal menjadi tumpul, banyak tidur, malas, dan mudah terkena penyakit. Sebagaimana dituliskan dalam sebuah syair, “Sesungguhnya kebanyakan penyakit datangnya dari makanan dan minuman”.
Jika dilihat dari kehidupan salafusshalih, tidak ada seorangpun dari para ahli ilmu yang dikenal banyak makan dan minum, imam Syafi’I berkata, “Selama enam belas tahun aku tak pernah merasakan kenyang kecuali sekali dan saat itu aku memasukkan jariku untuk memuntahkan makanan yang telah masuk dalam perutku. Rasa kenyang akan menyebabkan badan menjadi berat, hati jadi kasar, ketajaman berfikir akan hilang, banyak tidur dan malas beribadah”.
c)    Tidak Banyak Bicara Dan Tidur
Seorang penuntut ilmu harus bicara sekedarnya saja, dan hanya untuk hal-hal yang penting. Dia juga harus mengurangi tidur sebisanya, karena akan menyebabkan waktu menjadi sia-sia. Banyak bicara akan membuat pikiran tidak tertata, sombong, dan berpeluang besar terjerumus ke dalam kesalahan dan dosa. Yazid bin Abi Habib mengatakan, “Salah satu ujian paling besar bagi penuntut ilmu adalah senang berbicara daripada mendengarkan, padahal mendengarkan itu lebih baik dan bisa menambah ilmu pengetahuan”.
d)   Menjauhkan Diri dari Penyakit-Penyakit Hati
Ilmu adalah cahaya yang dianugerahkan Allah swt yang disimpan di dalam hati hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. Perbuatan maksiat dapat menghalangi cahaya tersebut. Imam Syafi’I berkata “Aku mengadu kepada imam Waqi’ betapa susahnya aku menghafal. Dia menganjurkan untuk meninggalkan segala perbuatan maksiat, dan mengatakan ilmu itu adalah cahaya Allah yang tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat”.
Oleh karena itu, para penuntut ilmu harus menjaga diri dari penyakit-penyakit hati, seperti dengki, dendam, khianat, takabbur, sombong dan lain sebagainya. Begitu juga dengan sikap-sikap buruk seperti mencaci, mengumpat, tidak menundukkan pandangan, memakan makanan yang haram dan sebagainya.
Para penuntut ilmu harus terlebih dahulu mensucikan dirinya dari perbuatan-perbuatan maksiat, baik lahir maupun batin. Dan hendaklah dia menjauhkan diri dari perbuatan maksiat yang akan menghalangi masuknya berkah dan cahaya ilmu.
e)    Memilih Sahabat yang Baik
Seorang penuntut ilmu haruslah memilih sahabat yang membawanya pada kebaikan. Jika seorang penuntut ilmu akan memilih sahabat, maka handaklah dia memilih sahabat yang juga seorang penuntut ilmu, shalih dan baik, sehingga persahabatan tersebut dapat memberikan manfaat bagi keduanya. Penuntut ilmu hendaknya menjauhi orang yang lalai dalam beragama, suka menyia-nyaikan waktu, kurang sopan dan kasar, agar tidak mempengaruhi kebiasaan baiknya dalam menuntut ilmu karena bisa mengakibatkan dirinya jauh dari proses dan tujuan menuntut ilmu.
f)    Memiliki Niat yang Ikhlas
Niat yang tidak didasari keikhlasan kepada Allah swt dalam menuntut ilmu atau dengan niat yang lain seperti ingin mendapatkan pujian di dunia, akan menyebabkan seorang penuntut ilmu masuk ke dalam neraka. Adalah sebuah kewajiban bagi para penuntut ilmu untuk meluruskan niat dan mengarahkan tujuannya hanya untuk akhirat semata.
Menuntut ilmu sangat membutuhkan niat yang ikhlas, karena anugrah Allah dari ilmu berikatan erat dengan niat yang ikhlas. Jika niat yang ditanamkan dalam hati tidak ikhlas, maka Allah tidak akan menganugerahkan ilmu pengetahuan dan menghilangkan berkah ilmu tersebut. Dan kelak dia akan disiksa di dalam api neraka.
g)   Memfokuskan Diri untuk Ilmu Pengetahuan
Seorang penuntut  ilmu harus memfokuskan dirinya pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Seperti mengikuti majelis ilmu, belajar, dan juga mengajarkan ilmu yang telah dia peroleh. Kegiatan-kegiatan yang berguna bagi kelangsungan hidupnya mesti tetap dilakukan, akan tetapi kesibukan duniawi yang bisa menjauhkan dari ilmu pengetahuan harus ditinggalkan, karena dapat menghalangi dia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Imam Syafi’i berkata, “Sesungguhnya seseorang tidak akan bisa memiliki ilmu pengetahuan karena harta dan kemuliaannya. Namun dengan perjuangannya (hidup sulit) dan berkhidmat pada ulama, maka dia bisa mendapatkan ilmu pengetahuan”.
h)   Memilih Guru yang Baik
Seorang penuntut ilmu harus teliti dan hati-hati dalam memilih guru. terdapat kriteria penting yang menjadi penilaian terhadap calon guru tersebut, yaitu Keshalihan, muru’ah (kehormatan), penjagaan diri dari maksiat, mengamalkan ilmunya, ahli zuhud dan ibadah, tidak mengikuti hal-hal yang bid’ah, tidak mengikuti orang yang mencintai dunia, dan tidak mencari popularitas atau pujian dari orang lain.
Ilmu pengetahuan yang mumpuni juga menjadi pertimbangan penting dalam memilih guru. Hendaklah guru yang dimaksud memiliki pengetahuan yang luas dan pengalaman yang banyak dalam menuntut ilmu. Muhammad bin Sirin pernah mengatakan, “Sesungguhnya ilmu pengetahuan itu adalah agama, hendaklah kalian berhati-hati dari siapa kalian mengambil agama itu”
3.    Bentuk Implementasi Dari Pemahaman Sifat Allah as-Sami’ Dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
Bentuk implementasi dari pemahaman sifat Allah as-Sami’ ini, dengan memperhatikan dengan baik serta mengikuti setiap perkembangan pendidikan, terkait informasi apa saja yang menunjang akan pendidikan tersebut. Dengan bercermin pada kondisi masyarakat Indonesia saat  ini yang sedang ditempa oleh fenomena sosial yang amat besar, yaitu gelombang reformasi dan isu-isu yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan lingkungan hidup maka perlu kajian-kajian yang mendalam guna reposisi maupun reorientasi kurikulum.
Winarno Surakhmad (2000: 4) menyatakan bahwa kurikulum masa depan adalah kurikulum yang mengutamakan kemandirian dan menghargai kodrat, hak, serta prestasi manusia. Ini berarti dalam pengembangan kurikulum sesuatu yang konkret dan bersifat empiris dari suatu komunitas sosial tidak dapat dipisahkan, di samping tuntutan kemampuan masyarakat itu sendiri.
Tuntutan masyarakat pada hakikatnya adalah amat kompleks dan beragam, sebab hal ini erat kaitannya dengan kondisi psikologis tiap-tiap individu.Perbedaan individu berhubungan dengan perkembangannya, latar belakang sosial budaya, dan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya, merupakan hal-hal yaang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum.
Gencarnya perkembangan iptek menuntut adanya manusia-manusia yang kreatif agar mereka dapat memasuki dunia yang amat kompetitif. Berkaitan dengan hal tersebut, M.S.U. Munandar ( 1987: 56-59) mengemukakan bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi, atau unsur yang ada.
Pendidikan teknologi pada hakikatnya merupakan materi pembelajaran yang mengacu pada bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di mana peserta didik diberi kesempatan untuk membahas masalah teknologi dan kemasyarakatan, memahami dan menangani peralatan hasil teknologi, memahami teknologi dan dampak lingkungan.

4.    Bentuk Implementasi Dari Pemahaman Sifat Allah al-Bashir Dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
 Allah Ta’ala pun memerintahkan kita untuk berpikir dengan kisah-kisah, perumpamaan yang Allah jabarkan di dalam Al-Qur’an.
فَقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar merepa berpikir.” (QS. Al-A’raf: 176).
Dalam bahasa umum hikmah dipahami sebagai kebijaksanaan atau bijaksana. Dan, di dalam Al-Qur’an istilah ‘hikmah’ yang merupakan langsung dan asli dari Al-Qur’an itu disebut sebanyak 20 kali. Hamid Fahmy Zarkasy dalam artikelnya yang berjudul “Hikmah” menjelaskan bahwa Hikmah juga berkaitan dengan berpikir yang logis dan mendalam. Karena itu Ibn Rusyd menerjemahkan ‘hikmah’ dengan filsafat dan hakim dengan filosof.
Tentu saja, makna praktis yang bisa kita ambil adalah bagaimana kita senantiasa mau mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang mengitari kehidupan sekaligus mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah-kisah yang ada di dalam Al-Qur’an. Dengan demikian, perubahan mindset dan perilaku bisa secara perlahan diupayakan di dalam diri kita.
Sebagai contoh, mari kita pelajari mengapa Abu Bakar diberi gelar Ash-Shiddiq. Aisyah Raiyallahu ‘Anha mengatakan, “Ketika Nabi Shallallahu alayhi wasallam dalam perjalanan ke Masjid Aqsha saat Isra Mi’raj, banyak orang membicarakannya.Beberapa orang yang telah beriman pun berbalik tidak percaya, lalu mendatangi Abu Bakar dan berkata, “Apa pendapatmu tentang cerita temanmu itu? Dia mengaku telah diperjalankan ke Baitul Maqdis semalam. Dia mengaku telah diperjalankan ke Baitul Maqdis semalam.”
Abu Bakar balik bertanya, Dia mengatakan demikian?” Mereka menjawab, “Ya.” Abu Bakar menimpali, “Kalau begitu dia benar.”
“Jika dia pergi ke Baitul Maqdis semalam dan kembali sebelum pagi hari ini, apa engkau akan membenarkannya juga?” tanya mereka lagi.
Abu Bakar menjawab, “Seandainya dia mengatakan lebih jauh lagi dari itu, aku akan membenarkannya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang.” Hal inilah yang menjadikan Abu Bakar dijuluki dengan Ash-Shiddiq.
Kisah di atas memberikan petunjuk bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan segala kebenaran yang belum bisa dijangkau oleh rasio dan cara berpikir saat itu sama sekali bukan penentu untuk mengukur kebenaran dan keabsahan kerasulan Muhammad. Toh, dalam praktik keseharian, Nabi Muhammad adalah orang yang berkahlakul karimah, menghendaki hidayah bagi umatnya dan tidak pernah berpikir bagaimana mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi. Dengan logika sederhana bisa dipahami, “Jadi apa untungnya Nabi Muhammad berbohong dan itu sangat mustahil.” Oleh karena itu, keimanan Abu Bakar tidak pernah goyah dengan ketidaktahuan masyarakat Arab pada umumnya.
Secara lebih utuh, kisah Nabi Yusuf adalah kisah terlengkap di dalam Al-Qur’an yang terurai secara keseluruhan di dalam satu surah, yang tentu saja memudahkan kita untuk mengambil pelajaran (hikmah) di dalam kisah tersebut.
Sampai-sampai Allah Ta’ala menegaskan
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَـذَا الْقُرْآنَ وَإِن كُنتَ مِن قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.” (QS. Yusuf [12]: 3).
Di antara hikmah terbesar dari kisah Nabi Yusuf adalah kesabarannya dalam menghadapi cobaan hidup dan bahkan Nabi Yusuf berlapang dada dan memaafkan saudara-saudaranya saat dirinya menjadi orang yang Allah angkat derajatnya. Secara eksplisit Allah nyatakan mengenai kisah Nabi Yusuf ini.
لَّقَدْ كَانَ فِي يُوسُفَ وَإِخْوَتِهِ آيَاتٌ لِّلسَّائِلِينَ
“Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya.” (QS. Yusuf [12]: 7).
Bagi orang-orang yang bertanya menunjukkan bahwa apa yang ditegaskan oleh Hamid Fahmy Zarkasy bahwa hikmah bermakna pemikiran yang mendalam sangatlah relevan. Oleh karena itu, Allah banyak sekali memerintahkan umat Islam untuk senantiasa berpikir, terutama untuk memahami kekuasaan Allah Ta’ala.
Di antara hikmah dari kisah Nabi Yusuf adalah jangan pernah putus asa dari rahmat Allah, sekalipun rasa-rasanya hidup diterpa kesulitan secara bertubi-tubi. Kemudian, jangan pernah kompromi dengan kebatilan, sebab sekalipun harus menghadapi kesulitan karena konsisten di dalam kebenaran, Allah lah yang akan berikan jalan keluar terbaik dan membalikkan keadaan.Selanjutnya, jangan pernah dendam, sekalipun terhadap mereka yang telah membuat hidup kita sengsara. Maafkan dan terimalah mereka kembali.
Dengan demikian, sebenarnya hidup seorang Muslim tidak perlu khawatir. Sebab, apapun yang kita alami, hakikatnya solusi sudah ada di dalam Al-Qur’an.
Mengambil hikmah itu adalah perlu karena itulah sejatinya kekuatan dari setiap pembacaan yang kita lakukan. Dan, tentu saja hikmah itu datangnya dari Allah, bukan kemampuan kita semata.
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
 “Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah [2]: 269).


DAFTAR PUSTAKA

http://imamwasholi.blogspot.co.id/2015/01/cerdas-menggali-hikmah-di-balik-setiap.html?m=1
https://markasmuslim14.blogspot.co.id/2016/12/8-etika-sebelum-menuntut-ilmu-penuntut.html?m=1
thoyar,Husni. 2011. Pendidikan Agama Islam Untuk SMA. Jakarta. Pusat Kurikulum Dan Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional

Buat para pengunjung yang mau memiliki file makalah berupa dokumen.

Silahkan
Download

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAKWAH