DAKWAH
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Umat Islam dituntut menjadi orang yang baik dan menjadi penyebar kebaikan. Dakwah menjadi salah satu kewajiban seorang Muslim. Hal tersebut telah disinggung dalam Al-Qur’an QS.An-Nahl: 125. Dakwah bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan; terutama jika dakwah dilakukan dengan orang yang memiliki perbedaan bahasa, ras, dan budaya.
Perbedaan budaya dapat menjadi konflik atau kesulitan tersendiri dalam menyebarkan dakwah di masyarakat luas. Jika konflik terjadi, maka ekspetasi masyarakat baldatun thayyibatun wa ghafuur, yakni negeri aman nan elok yang ada dalam naungan ampunan Allah Swt hanya akan menjadi wacana belaka.
Segelintir masyarakat tidak tahu apa dan bagaiamana metodologi dakwah antar budaya, bahkan sebagian yang lainnya tidak ingin tahu menahu persoalan intern dakwah antar budaya, juga dikarenakan adanya tugas pembuatan makalah tentang “ membangun budaya kritis melalui dakwah” melatarbelakangi penulisan makalah ini.
- Rumusan Masalah
- Memahami ayat tentang kewajiban dakwah
- Memahami ayat tentang memulai dakwah dari diri dan orang dekat
- Memahami ayat tentang jaminan keamanan dalam dakwah
- Memahami hadist yang memberi motivasi untuk dakwah
BAB II
PEMBAHASAN
- Memahami ayat tentang kewajiban dakwah
Qs. An-Nahl (16):125
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya:“serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu yang dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya. Dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Melakukan dakwah merupakan salah satu tugas para nabi dan rasul. Berdakwah itu mulia karena misi dari dakwah itu untuk menebar kebaikan. Mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan, melarang mereka untuk melakukan kemaksiatan dan kerusakan di bumi ini. Tujuan dari pelaksanaan dakwah adalah terwujudnya semangat untuk mengamalkan nilai-nilai agama secara total di bumi ini. Untuk itu, Allah SWT memerintahkan Rasulullah saw dan kita yang melakukan dakwah menggunakan berbagai cara dan metode yang terbaik. Ayat ini memberikan tiga macam metode dalam berdakwah:yaitu,al-hikmah, al-mau’idhah, dan al-mujadalah.
Al-hikmah biasa diartikan dengan bijaksana. Menurut para ahli tafsir Al-hikmah adalah pengetahuan yang mendalam tentang kandungan Al-Qur’an dan Al-Sunnah serta dalil-dalil yang kuat: artinya bahwa seorang juru dakwah harus membekali dirinya dengan ilmu yang dibutuhkan dalam kegiatan dakwahnya khususnya ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga dapat membedakan antara yang hak dan yang batil serta mampu melakukan istidlal dengan benar.
Al-Mau’Idhah, yaitu wejangan atau nasihat, menurut beberapa ahli tafsir yang dimaksud dengan Al-Mau’Idhah di sini tidak hanya sekedar nasihat, tetapi nasihat atau wejangan yang mengandung unsur ancaman (al-zajr). Artinya bahwa seorang juru dakwah pada kesempatan tertentu harus mampu menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an, meskipun yang disampaikan adalah sebuah ancaman Allah SWT, disampaikannya dengan cara yang halus, menarik dan menyentuh hati lawan bicaranya.
Pada kondisi tertentu dalam melaksanakan dakwah dibutuhkan al-mujadalah, artinya bahwa seorang juru dakwah beradu argumentasi dengan lawan bicaranya: masing-masing menyampaikan pandangan hidupnya sesuai dengan dalil yang dimilikinya. Yang perlu diperhatikan oleh setiap pelaku dakwah adalah al-mujadalah ini merupakan salah bentuk dari al-jihad bi al-ilmi wa al-lisan, maka harus dilakukan dengan cara yang baik; ungkapan yang halus, mengedepankan sopan santun, tidak menggunakan suara yang keras apalagi membentak. Karena yang terpenting diskusi dan dialog pada umumnya adalah kekuatan dalil dan argumentasi yang mudah dicerna dan di terima oleh lawan diskusinya. Ketika tidak menemukan titik temu dalam diskusi tersebut, maka al-mujadalah ini sebaiknya di hentikan dari pada dari pada menghabiskan tenaga sia-sia.
- Memahami ayat tentang memulai dakwah dari diri sendiri dan orang dekat
Qs. Al-Syu’ara (26):214-216
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ
Artinya:“dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat (214). Dan hendaklah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman (215). Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah “sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan”.
Ayat ini merupakan perintah sekaligus menjadi petunjuk bagi semua pelaku dakwah untuk memulai dakwah dari dirinya dan orang-orang terdekat. Karena perilaku melanggar dan merusak yeng berdampak pada perjalanan dakwah, pada umumnya dilakukan oleh orang-orang terdekat, yang berasal dari keluarga dan lingkungan. Nabi Nuh diuji dengan anak dan istrinya, nabi Ibrahim di uji oleh bapaknya, Nabi Luth diuji dengan istrinya dan Nabi Muhammad Saw diuji dengan Paman-pamannya. Meskipun demikian dakwah tidak boleh berhenti di keluarga saja, karena masyarakat secara umum dakwah juga membutuhkan pencerahan dan peringatan.
Perintah dakwah yang terdapat pada ayat ini diungkapkan dengan istilah al-indzar, yaitu ajakan yang mengandung unsur peringatan dan ancaman akan datangnya adzab Allah, tetapi harus tetap disampaikan dengan cara yang lembut dan mengedepankan kesopanan.
Keberhasilan dakwah tidak di ukur seberapa banyak pengikut kita. Kewajiban di dalam dakwah adalah menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, bukan mendapat pengikut yang sebanyak-banyaknya. Maka proses dakwah tetap harus berjalan meskipun tidak ada satupun yang mengikuti jejak kita.
- Memahami ayat tentang jaminan keamanan dalam dakwah
Qs. Al-Hijr (15): 94-96
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ . إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ . الَّذِينَ يَجْعَلُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ ۚ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
Artinya: “maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kapadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musrik (94). Sesungguhnya kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokan (kamu) (95), yaitu orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain di samping Allah. Maka mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya) (96)”.
Setelah tiga tahun melakukan dakwah dengan cara halus dan sembunyi-sembunyi (dakwah bi al-siir) karena di intimidasi oleh orang musrik, maka setelah turunnya ayat ini babak baru dakwah Islam di Mekkah dimulai, yaitu dakwah bi al-jahr: dakwah yang dilakukan secara terbuka dan terang-terangan, dan tidak lagi menghiraukan ancaman yang dilancarkan orang musrik, karena Allah SWT menjaga keselamatan beliau dari tipu daya mereka. Jaminan keselamatan ini tidak hanya diberikan kepada nabi saja, tetapi semua pelaku dakwah Islam.
Allah juga memerintahkan nabi untuk tidak mengaharapkan respon positif dari orang-orang musrik yang tetap teguh dengan kemusyrikannya, karena pada saatnya nanti ketika dakwah Islam sudah menampakkan hasilnya dan permusuhan yang mereka korbankan tidak lagi bermanfaat, mereka akan datang sendiri memenuhi dakwah Islam. Sebagaimana yang dilakukan oleh Khalid bin Walid dan Amr bin Ash.
Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menganjurkan kita agar senantiasa memberikan peringatan kepada umat kita masing-masing, tugas seorang da’i hanya menyampaikan risalah, urusan hidayah diserahkan kepada Allah SWT. maka berilah peringatan, karena kamu hanyalah pemberi peringatan (Qs. Al-Ghasiyah (88):21), oleh karena itu tetaplah memberi peringatan karena peringatan itu bermanfaat (Qs. Al-A’la (87):9), dan berilah peringatan karena peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang beriman (Qs. Al-Dzariyat (51):55) maka berilah peringatan dengan Al-Qur’an bagi mereka yang takut kepada ancamanku (Qs. Qaf(50):55)
- Memahami Hadist yang memberi motivasi untuk dakwah
عّنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَليَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم : مَنْ دَعَا إلَي هُدًي كَانَ لَهٌ مِنْ الَأَ جْرِ مِثْلُ أُ جُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِ هِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلىَ ضَلاَ لَةِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ اْلاِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَيَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئاً (رواه أحمد, وابوداود, والتر مذي, والنسا ئي, وابن ماجه)
Artinya: “dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: barangsiapa yang mengajak kebaikan maka ia akan memperoleh pahala atas perbuatan baiknya itu serta pahala orang yang mengikuti dan melaksanakan kebaikan dengan tanpa berkurang sedikitpun, sebaliknya bagi siapa saja yang mengajak kesesatan atau kemunkaran, maka dia mendapat dosa sebagai balasan atas perbuatannya sendiri (ditambah) dosa yang mengikutinya tanpa berkurang sedikitpun”. (HR Abu Dawud, Ahmad, Nasa’i, Tirmudzi dan Ibnu Majah)
Siapa yang menunjukan seseorang melakukan kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala yang diterima oleh orang yang melakukannya tanpa berkurang sedikitpun pahalanya. Hadist-hadist dengan semangat seperti ini banyak, yang secara tidak langsung memberikan dorongan dan motivasi kepada kita untuk menggiatkan dakwah Islam kepada siapa saja, kapanpun dan dimanapun.
Kita harus menjadi pelopor kebaikan, dan mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan. Rasulullah Saw menjanjikan imbalan yang sangat besar bagi orang yang berkomitmen memberikan dakwah pencerahan dan sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis di atas, bahwa pahala orang yang mengajak orang lain berbuat baik tidak pernah terputus. Ini merupakan salah satu bentuk amal Jariyah. Mengapa begitu besar pahalanya?, karena dakwah merupakan tugas utama para Nabi dan Rasul dan dengan mengembangkan dakwah berarti kita telah mengemban misi kenabian.
Sebaliknya orang-orang yang menyebabkan orang lain berbuat kemaksiatan dan kerusakan di muka bumi ini akan mendapat limpahan dosa orang yang terpengaruh dengannya.
Mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan bukan tugas ulama saja. Tetapi tugas semua umat Islam. Memang salah satu syarat dalam berdakwah adalah memiliki ilmu, tetapi tidak mutlak harus menguasai semua ilmu agama. Karena seseorang yang menguasai satu permasalahan saja, maka dia adalah ulama dibidangnya. Dan menjadi tanggung jawab dan kewajibannya untuk mengajak orang lain kepada kebaikan yang dia kuasai dalam ilmunya tersebut. inilah pengertian yang benar terkait dengan perintah nabi sampaikanlah apa yang kamu terima dariku meskipun hanya satu ayat. Artinya kalau kita hanya mengetahui satu ayat saja, maka sudah wajib kita menyampaikan ayat itu dan mengajak orang lain melakukan pesan yang ada pada ayat tersebut. menjadi orang baik yang mengajak kepada kebaikan tidak harus menunggu untuk menguasai semua kandungan Al-Qur’an.
Terkadang ada sebagian orang yang memberikan statement yang melemahkan niat kita untuk melakukan dakwah, dan berkata “kebatilan sudah menyebar dan dakwah kita tidak banyak bermanfaat mengurangi kebathilan tersebut”. ungkapan ini kliru dan menyesatkan.
Perlu diketahui bahwa tugas seorang muslim hanya melakukan kewajibannya untuk terus berdakwah dan tidak dibebani untuk berapa banyak jumlah yang terpengaruh dengan dakwahnya. Apakah ada yang mendengar atau mengikuti ajaran kita atau tidak. Proses dakwah harus tetap dilaksanakan. Para nabi dan rasul juga mengalami hal yang sama, oleh karena itu banyak nabi dan rasul yang pengikutnya sedikit bahkan ada nabi yang tidak punya pengikut. Tetapi mereka tetap melakukan dakwah karena dakwah merupakan tanggungjawab yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Melakukan dakwah merupakan salah satu tugas para nabi dan rasul. Berdakwah itu mulia karena misi dari dakwah itu untuk menebar kebaikan. Mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan, melarang mereka untuk melakukan kemaksiatan dan kerusakan di bumi ini. Tujuan dari pelaksanaan dakwah adalah terwujudnya semangat untuk mengamalkan nilai-nilai agama secara total di bumi ini. Untuk itu, Allah SWT memerintahkan Rasulullah saw dan kita yang melakukan dakwah menggunakan berbagai cara dan metode yang terbaik. Ayat ini memberikan tiga macam metode dalam berdakwah:yaitu,al-hikmah, al-mau’idhah, dan al-mujadalah.
Dalam surat As-Syu’ara ayat 214-216 merupakan perintah sekaligus menjadi petunjuk bagi semua pelaku dakwah untuk memulai dakwah dari dirinya dan orang-orang terdekat. Karena perilaku melanggar dan merusak yeng berdampak pada perjalanan dakwah, pada umumnya dilakukan oleh orang-orang terdekat, yang berasal dari keluarga dan lingkungan. Meskipun demikian dakwah tidak boleh berhenti di keluarga saja, karena masyarakat secara umum dakwah juga membutuhkan pencerahan dan peringatan.
Setelah tiga tahun melakukan dakwah dengan cara halus dan sembunyi-sembunyi (dakwah bi al-siir) karena di intimidasi oleh orang musrik, maka setelah turunnya ayat ini babak baru dakwah Islam di Mekkah dimulai, yaitu dakwah bi al-jahr: dakwah yang dilakukan secara terbuka dan terang-terangan, dan tidak lagi menghiraukan ancaman yang dilancarkan orang musrik, karena Allah SWT menjaga keselamatan beliau dari tipu daya mereka. Jaminan keselamatan ini tidak hanya diberikan kepada nabi saja, tetapi semua pelaku dakwah Islam.
Kita harus menjadi pelopor kebaikan, dan mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan. Rasulullah Saw menjanjikan imbalan yang sangat besar bagi orang yang berkomitmen memberikan dakwah pencerahan dan sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis di atas, bahwa pahala orang yang mengajak orang lain berbuat baik tidak pernah terputus. Ini merupakan salah satu bentuk amal Jariyah. Mengapa begitu besar pahalanya?, karena dakwah merupakan tugas utama para Nabi dan Rasul dan dengan mengembangkan dakwah berarti kita telah mengemban misi kenabian.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.bukupaket.com/2016/11/materi-al-quran-hadits-kelas-12-sma.html.
Komentar
Posting Komentar